Menghitung hari, untuk suatu hal perubahan dalam hidup. Tapi saya belum bisa cerita tentang perubahan itu.
Btw, hari ini saya dan si Adik nggak enak badan, saya mual dan kedinginan, sakit kepala. Sementara si Adik nggak bisa nahan, alhasil bolak balik muntah.
Jujur sedikit stres, meski dalam hati terngiang pesan salah satu teman yang selalu rajin menyemangati saya.
"Jangan pusing Mbak Rey, jangan stres, yakinlah itu nggak seburuk yang dipikirkan!"
Iya, apapun yang terjadi, sebenarnya itu hanya sementara, seperti hakikatnya di dunia ini yang tidaklah abadi.
Jadinya saya mulai mengganti rasa pusing dan kesal dengan istigfar, shalawat dan mencoba tidur. Alhamdulillah si Kakak tetap sehat, jadi dia yang urus adiknya, dan saya bisa istrahat sebentar.
Akhir-akhir ini memang gaya hidup saya kembali buruk, tidur tengah malam, bangun siang hari. Karena anak-anak juga nggak sekolah oleh suatu hal.
Jadinya setelah shalat subuh biasanya saya tidur lagi, bangun siang. Dan akhirnya sarapan terlewati, termasuk waktu sarapan si Adik yang punya penyakit maag.
Tadi siang, saya juga sempat nyuci dulu, bahkan nyucipun saya belum sarapan sama sekali, benar-benar teledor sama kesehatan, padahal saya tidak boleh sakit, anak-anak bergantung sepenuhnya pada saya.
Pun juga ada hal yang harus saya lakukan di minggu depan nanti.
Selain itu, saya juga sedang disibukan dengan urusan kepolisian atas laporan penelantaran keluarga dan KDRT psikis. Ini juga menyita mental banget, karena sejujurnya hukum yang berlaku sama sekali tidak atau belum bisa memberikan jawaban atas hak-hak anak yang ditelantarkan.
Entah mengapa saya merasa semacam dipaksa untuk mengemis ayahnya anak-anak agar mau menafkahi anaknya.
I mean, apa-apaan? sejak kapan anak-anak ini jadi tanggungan saya saja?.
Hukum mana yang melindungi perempuan dari perbudakan laki-laki pengecut seperti itu?.
Kalau bukan di perlindungan perempuan dan anak, ke mana lagi kan saya bisa mencari keadilan untuk anak-anak?.
I know, Allah tidak tidur, tapi pisahkan dulu masalah Allah dengan tuntutan hukum. Iya, in the end saya memang hanya bisa berharap ke Allah saja. Tapi bukan berarti hanya diam saja dengan sikap pengecut lelaki seperti itu?.
Jujur, sampai sejauh ini, saya merasa penerapan hukum perlindungan anak dan perempuan belum maksimal. Dari prosesnya yang lama misalnya.
Iyaaa, saya tau kalau masalah yang diurus itu banyak, laki-laki tidak bertanggung jawab sekarang tuh banyak. Tapi bukan berarti masalah penelantaran anak ini dibiarkan begitu saja.
Bayangkan, sudah 3 bulan lebih sejak bapakeh seenaknya tanpa merasa bersalah tidak peduli sama anak-anaknya. Kami kebingungan karena harus tinggal di mana, makan apa?. Sampai udah ngajak anak-anak untuk bunuh diri.
Kebayang nggak sih anak-anak di masa depan, karena ibunya pernah ajak mereka untuk bunuh diri bareng?.
Sudah sekacau itu tauk masalah ini, dan saya bingung harus minta tolong ke mana, agar anak-anak mendapatkan hak nya.
Yang paling bikin kesal, sampai saat ini bapakeh santai aja, upload VT di TikTok berasa nggak ada beban. Setidaknya kan kalau tahu malu, ya nggak perlu upload VT yang seolah menantang dunia dengan sikap pengecutnya itu.
Seorang ayah, sehat walafiat, nggak cacat loh, ada kakinya utuh, ada tangannya utuh, tapi malas banget untuk mau bertanggung jawab.
Bahkan sekadar menjual barang-barang bekas misalnya, dia terlalu gengsi.
Naudzubillah min dzalik.
Jadi begitulah, saya akan tetap melawan, apapun yang terjadi.
Surabaya, MJ, 09-01-2025