Sabtu, 05 Oktober 2024

Ketika Papinya Anak-Anak Lari Dari Tanggung Jawabnya!

lari dari tanggung jawab

Dear diary
-nya Rey.

Ini pukul 6.00 tanggal 6 Oktober 2024, dan saya barusan termenung di depan laptop. Pengen nulis di blog utama, tapi kepala sedang riuh rendah.

Jadinya kepikiran untuk nulis  curhat aja, dan akhirnya mutusin nulis di sini aja.

Sejujurnya, saya belum tahu harus nulis apa, bahkan judulnya aja belum ada, yang jelas saya ingin banget mengeluarkan apa yang berisik di kepala ini.

Intinya, saya sedih, marah, ingin menyerah, tapi malu sama Allah dan teman-teman yang sudah baik banget sama saya.

Saya sedih karena bingung, sedih dan bingung itu beda ya, hahaha. Maksudnya kebingungan saya bikin diri merasa sedih.

Bingungnya, karena saya nggak tahu harus gimana lagi? selain curhat ke Allah (saya tulis aja nih, daripada ada yang nasehati lagi, curhat ke Allah, padahal ya tanpa disuruh ya, ah sudahlah!).

Jadi, seperti yang sudah saya ceritakan di postingan sebelum-sebelumnya, kalau kondisi saya eh kami belakangan ini sedang tidak baik-baik saja. Papinya anak-anak nganggur, mirisnya lagi hal ini tidak saya ketahui secara langsung, karena kami nggak ada komunikasi sama sekali.

Terakhir, saya liat WA saya diblokir.

Jujur saya jadi takut, kalau ada apa-apa dengan saya, gimana cara ngabarin dia yang merupakan satu-satunya 'keluarga' anak-anak?.

Tapi itu mah belum seberapa, yang paling menkhawatirkan adalah, saat ini kami tinggal di kontrakan yang mahal, karena bayarnya masih bisa bulanan. Dengan biaya hidup yang juga terbilang mahal pulak.

Si Adik baru saja masuk SD, dan si kakak kenaikan kelas.

Butuh uang yang nggak sedikit tentunya, sampai-sampai uang sekolah mereka nunggak berbulan-bulan.

Yang bikin saya marah banget adalah, sepertinya dia udah tahu kalau bakal didepak dari kerjaannya sejak beberapa bulan lalu, tapi sama sekali nggak bilangin ke saya.

Ini bukan masalah 'apapun masalahnya saya harus tahu' ya! Tapi lebih ke menyiapkan strategi hidup anak-anak.

Kalau misal dia nggak punya penghasilan lagi, kan kita bisa pilih opsi lain yang mungkin lebih meringankan pengeluaran. Misal, si Adik sekolah di sekolah negeri ya meskipun harus berdekatan dengan rumah ortunya sih. Karena KTP kami beralamat di rumah ortunya.

Atau misal kita cari lagi kontrakan yang lebih terjangkau, yang juga biaya hidup lebih murah juga. Intinya apapun kita persiapkan, karena emang kami nggak punya tabungan dana darurat ataupun simpanan lainnya.

Tapi, enggak dong, dia diam aja.

Dan malah ketika kami masih menjalin komunikasi, dia bahkan semangat nyuruh saya daftarin si Adik di sekolah yang sama kayak kakaknya. Emang sih ini sekolah biasa, tapi swasta, dan biayanya tentu juga jutaan.

Bukan hanya itu, masalahnya sejak si Adik lulus TK kemaren sebenarnya, waktu itu kan banyaaaakkkk banget kegiatan si Adik yang kesemuanya butuh uang yang banyak.

Saya juga udah ngsih tahu ke papinya anak-anak, dan dengan semangat dia nyuruh agar semuanya diikutin aja, uang bisa diusahakan katanya.

Ujungnya, saya yang harus membayar banyak pengeluaran di acara perpisahan si Adik. Sementara dia, seperti biasa, ketika saya nagih uangnya, langsung silent treatment, nggak baca WA sampai berhari-hari. 

Intinya, saya sering banget dihadapkan dengan situasi sulit, karena ketidak konsistenan dalam berpikir dan bertindak. 

Sejak saat itu kayaknya dia nggak pernah balas WA saya, akhirnya saya juga lelah, dan minta anak-anaknya sendiri yang minta ke papinya.

Sampai belakangan saya sadar, kalau ternyata nomor WA saya diblokir dong.

Jujur, ketika tahu itu, saya udah berpikir, ini tinggal menunggu waktu untuk dia kabur dari tanggung jawabnya.

Kalau dia baca tulisan ini, pasti dia akan menjawab,

"Pikiranmu selalu buruk, makanya kejadian!"

Ucapan-ucapan seperti ini sering saya terima selama menikah dengan manusia tersebut. Gaslighting melimpahkan kesalahannya menjadi kesalahan orang lain.

Nyatanya, gimana saya nggak berpikir demikian, saya kenal dia udah 20tahunan lebih, tahu banget apa kekurangannya. Dan yang paling bikin overthinking adalah, di keluarganya ada riwayat manusia yang sangat tidak bertanggung jawab.

Saya ingat betul ketika baru menikah dulu, kami diajak ortunya datang ke rumah karena mau ada musyawarah. Btw, dulu tuh mereka suka banget kumpul membicarakan masalah mereka.

Ternyata masalahnya adalah, penelantaran anak dan istri yang dilakukan oleh anggota keluarga mereka.

Sedih banget liatnya, karena dulu saya sering main dengan keponakannya itu, yang terpaksa harus menderita karena ayahnya menelantarkan mereka begitu saja, dan memilih pergi dengan wanita lain.

Saya sering lihat kelakuan orang tua atau anggota keluarga lainnya, sangat mempengaruhi tindakan anggota keluarga lainnya.

Dan tentu saja ini menghantui pemikiran saya.

Selain itu, udah pernah benar-benar terjadi selama pernikahan kami. Di tahun ke-5, setelah dia mengacaukan keuangan kami, tiba-tiba saja suatu hari dia menghilang begitu saja.

Nggak bisa dihubungi sama sekali, kalang kabut mencarinya, apalagi ketika itu saya hanya bersama si Kakak yang berusia 3 tahunan. Dan kami ditinggalkan begitu saja tanpa uang di sebuah kontrakan sederhana di Jombang.

Ujungnya kehidupan kembali membaik setelah saya ikut serta membantu menyelesaikan semua masalahnya.

Berikutnya, ketika si Adik lahir, dia sering banget menghilang, meskipun memang nggak pernah sampai memblokir nomor telpon saya.

Sampai di saat ini, ketika akhirnya suka kabur-kaburan di dunia nyata, lalu berakhir dengan nggak mau jawab WA, sampai akhirnya memblokir nomor WA.

Selama ini komunikasi hanya lewat anaknya saja, si Kakaklah yang akan minta uang ke papinya. Dan memang nggak ada hal lain yang dibicarakan selain uang sih, bagaimana bisa menceritakan banyak masalah, kalau yang diajak bicara nggak ada tanggapan?.

Sehingga yang akan dibicarakan cuman masalah yang penting aja.

Ketika dia nggak kerja, akhirnya tersendat juga uang yang diberikan ke anak-anaknya. Padahal anak-anak butuh makan dan lainnya.

Awal-awal sih, dia masih mengirimkan uang untuk makan anaknya, 100 atau 200an ribu, yang dengan keterangan panjang, jangan boros! jangan beli makan terus!.

Jujur sakit hari banget mendengar hal itu, boros dengan uang 100ribu? bahkan belanja ke pasar cuman cukup 1 atau 2 hari di masa sekarang.

Harga beras paling murah 13ribuan, belum air minum, gas, lauk, sayuran dan bumbu. Beli bumbu saja bisa sampai menyentuh 50ribuan loh kalau lengkap, dan dibilang jangan boros?.

Yang bikin marah dan kesal lagi adalah, dia seolah nggak mau tahu dengan biaya kontrakan, lah terus anak-anak tinggal di mana?.

Kalau cuman sendirian saja, saya mah bisa sewa kos yang terjangkau dan murah, tapi dengan bawa anak-anak ini yang susah, jarang ada kos yang mau terima anak-anak, karena mengganggu penghuni lainnya.

Salah satu caranya ya harus kontrak rumah, tapi di sekitar sekolah anak-anak, bahkan yang cuman seiprit saja, mahal banget, dan belum nemu yang mau dibayar bulanan. Sementara saya kan nggak punya uang banyak untuk bisa membayar kontrakan tahunan.

Jadinya awalnya saya pilih di kontrakan ini, karena selain bisa dibayar bulanan, fasilitasnya juga udah ada, saya nggak perlu bingung angkutin barang-barang yang dibutuhkan lagi.

Akan tetapi, di sini mahal banget buat saya, sementara pemasukan saya jarang, tapi papinya anak-anak malah nganggur.

Puncak masalahnya ketika anak-anak mau ujian, selama ini saya masih bisa bernafas lega antar jemput anak-anak sekolah, meskipun uang sekolahnya nunggak, karena belum ada hal yang mengharuskan banget dibayar.

Tapi, ketika akhirnya anak-anak harus ujian, di sinilah puncak stresnya saya. Mana bersamaan pula kan, si Adik duluan semingguan. Kalang kabut saya sesak nafas karena si Adik terancam nggak bisa ikut ujian. Untungnya si Kakak masih bisa hubungi papinya, dan setelah mengemis-ngemis berkali-kali, akhirnya papinya kirimin duit juga, meskipun ternyata kurang.

Setengah mati saya usahakan pakai uang belanja biar bisa meluasi yang kurang tersebut. Sekaligus saya minta ke kakak agar ingatkan papinya bahwa si Kakak bakal ujian seminggu kemudian, dan tunggakan uang sekolahnya lebih banyak.

Awalnya sih papinya mengiyakan, katanya akan diusahakan, saya juga nggak tahu usahakannya itu gimana?. Tapi bahkan papinya sempat nelpon tanya kabarnya dan janji bakal usahakan uang tersebut.

Tapi, sampai hari Jumat kemarin, di mana itu hari terakhir anak-anak dibagikan kartu ujian, nggak ada kabar sama sekali dari papinya.

Setelah pulang sekolah, si Kakak mencoba WA lagi, nggak dijawab dong.

Karenanya, dia telpon, tapi tetap nggak diangkat.

Lalu, setelah lama kemudian, si Kakak bilang, kalau nomornya tiba-tiba berubah, nggak ada gambar profilnya, wah kayaknya dia diblokir deh.

Tapi kalau cek di nomor lain juga sama.

Saya nggak tahu sih, apakah dia memblokir nomor saya dan anaknya saja, atau dia hapus WA karena pusing dihubungi terus.

Wowwww, akhirnya dia mengikuti jejak keluarganya yang nggak bertanggung jawab, dan berita tentang seorang ayah yang lari dari tanggung jawab akhir-akhir ini, sangat menginspirasinya, keknya.


Yang pasti, alhasil saya kebingungan sendiri menghadapi situasi si kakak akan ujian hari Senin, sementara dia belum dapat kartu karena SPPnya nunggak, dan belum bayar uang kegiatan sama sekali.

Di sisi lain, saya sebenarnya sedang pusing mikirin bayar kontrakan, udah mau 2 bulan nggak ada dana kontrakan ini, dan saya udah malu banget merepotkan pinjam uang ke teman-teman.

Tapi, setelah migrennya bertambah, saya nangis curhat ke Allah, akhirnya memberanikan diri untuk pinjam ke beberapa teman.

Sedihnya, ternyata beberapa teman juga punya masalah sama, lagi butuh dananya untuk hal lain. Lalu harapan terakhir ke seorang teman blogger.

Dan masya Allah, ternyata rezeki si Kakak untuk bisa ikut ujian dari teman tersebut, Alhamdulillah dipinjamkan dan dikasih kelonggaran untuk membayarnya, masya Allah.

Seketika batu yang mengganjal di hati dan pikiran, sedikit berkurang.

Segera saya ke sekolah si Kakak, Alhamdulillah bisa bayar SPP, tapi untuk kartu dan uang kegiatan harus nunggu Senin, karena sekolah si Kakak tuh libur di hari Sabtu.

Setelah masalah tersebut dikasih jalan, muncul lagi overthinking lainnya. You know, saya tuh paling nggak suka berhutang, bikin hidup nggak tenang. Apalagi hutang saya bukan cuman di situ aja, ada satu lagi sama teman lainnya untuk kebutuhan hidup.

Sungguh pengen menyerah saja rasanya, kadang terpikir pengen meninggalkan anak-anak juga. I mean, kalau papinya bisa dengan mudah tinggalin anak-anaknya, kenapa harus saya yang bertanggung jawab dengan mereka. Sementara saya nggak punya penghasilan cukup, nggak punya juga waktu cukup untuk cari uang karena selama ini fokus urus anak. 

Dan percayalah, anak-anak zaman sekarang tuh nggak sama kayak zaman dulu ya, di mana setelah mereka bisa jalan, ortu bisa lebih leluasa.

Enggak!

Justru sampai anak-anak sekolah, kebutuhan mereka akan waktu ortunya semakin bertambah. Harus standby antar jemput ke sekolah, antar jemput kegiatan lain, harus ikutan acara kegiatan ortu di sekolah. Pokoknya banyak.

Bahkan mau cari uang dari rumah saja, sulit. Dan saya bilang gini nggak asal bilang sih ya, tapi udah menjalaninya bertahun-tahun.

Kesimpulannya satu, ibu bekerja untuk membiayai dirinya dan anak-anaknya dari rumah itu NGGAK BISA!. Karena tak punya waktu yang fokus dalam mengerjakan sesuatu secara lebih serius.

Yang ada, waktu kerja kepotong antar jemput anak, masak, nyuci, dll itu.

Dan jangan bilang lagi, makanya beli aja bla..bla...blaaa...

Ini konsepnya saya nggak punya uang, jadi masak dan nyuci sendiri itu wajib, bukan pilihan, biar lebih irit. Dan kondisi saya adalah mencari duit, bukan mengerjakan sesuatu yang udah ada.

Enggak ya, saya harus usaha dulu mendapatkan kerja sama, kalau udah dapat baru dikerjakan, lalu tunggu deh pembayarannya.

Lalu, mengapa saya harus dibebani anak-anak, kalau bapaknya saja dengan santai meninggalkan tanggung jawabnya pada anak-anak.

Dengan santai bilang stres karena nggak punya kerjaan, lalu matikan semua alat komunikasi dengan alasan menenangkan diri atau apapun itu.


WOEEE! MANUSIA ANEH! IBUMU SURUH BANGUN TUH, SURUH AJARIN KAMU JADI LAKI-LAKI LAGI!!!

Kesal banget saya, berasa dia lagi pacaran kali ya, jadi kalau ada masalah gini, dia butuh waktu untuk menyendiri, dalam waktu yang tidak ditentukan.


Terus, anak-anaknya gimana?


Surabaya, 06-10-2024         



  

Posted in  on Oktober 05, 2024 by Blogger Surabaya | Rey - reyneraea.com |