Rabu, 11 September 2024

Ketika Hidup Hanya Berserah Kepada Sang Pencipta

 

berserah pada allah

Dear diary-nya Rey.

Sudah beberapa hari belakangan ini saya seolah jarang curhat di medsos, alasannya sepertinya saya menemukan tempat curhat terbaik. 

Yaitu, ke sang pencipta.

Udah, nggak usah dulu bilang, kaaannn.... kannnnnn....

Kenyataannya, sampai akhirnya saya mengarahkan konsistensi pada keadaan curhat ke Allah itu, ya salah satunya karena beberapa masukan dari media sosial.

Saya lama terombang ambing ketakutan akan kondisi saat ini, dan itu sungguh menyiksa hati.

Btw, udah beberapa minggu terakhir ini saya dag dig dug banget, karena papinya anak-anak nggak kasih duit yang cukup seperti biasanya.

Alasannya, katanya dia udah nggak kerja.

Saya nggak heran sih, selain sikapnya yang suka dzalim sama keluarganya, juga emang dari dulu saya tahu persis bagaimana karakter dan kemampuannya.

Saya lupa apa udah pernah cerita, bagaimana dulunya saya memaksa agar dia kerja di Surabaya saja, agar kami bisa sama-sama kerja. Karena biar gimana pun, kalau kami berdua yang mencari uang, insya Allah bisa mengejar masalah ketertinggalan ekonomi.

Dan ini udah dibuktikan beberapa kali, di mana ketika saya masih kerja dulu, Alhamdulillah keuangan kami selalu aman. Bahkan, ketika dia membuat keluarga ini jadi punya hutang yang lumayan besar dulu, dan bikin saya kembali bekerja kantoran. Alhamdulillah semua masalah hutang terlunaskan dalam setahun.

Sayangnya, saya kesulitan bekerja kantoran, kalau masalah anak apalagi sekarang udah dua kan, harus saya juga yang harus urus sendiri, karena dia memilih kerja di luar Surabaya.

Alasannya dulu adalah karena nggak nemu gaji yang lumayan di Sutrabaya, lah kan biarin aja dulu, kerja aja dulu, nanti kan akan naik seiring waktu.

Apalagi, yang kerja kan berdua, insya Allah cukup kok. Anak-anak juga happy, karena bisa merasakan diurus oleh mami dan papinya.

Tapi dia dengan sekuat tenaga menolak, sehingga saya nggak bisa kerja dan memutuskan jadi IRT. 

Lalu bertahun kemudian, liatlah kondisi saat ini.

Nggak punya tempat tinggal, dia malah nggak mau tahu apakah kami bisa berteduh di tempat yang layak, dan ini udah beberapa kali loh.

Sejak ibunya meninggal, dan kami setuju kalau si Kakak akan sekolah di Surabaya, sayalah yang sendirian riwah riwih Sidoarjo Surabaya angkutin barang naik motor bareng 2 anak pulak.

Bahkan ketika saya pergi dari rumah bapaknya karena nggak tahan hidup dengan lansia yang terkesan mesum, dia nggak mau tahu.

Saya harus kebingungan sendiri di Surabaya, nggak ada tempat tinggal, sementara anak-anak udah masuk sekolah di sini.

Beruntung saya punya teman-teman baik yang membantu setidaknya secara keuangan. Karena papinya anak-anak bahkan nggak mau tahu saya punya uang untuk sewa tempat tinggal atau enggak.

Semua kedzalimannya itu udah sukses bikin dia kualat, jadi pengangguran. Ditambah 1 hal yang sudah terlalu sering saya wanti-wanti.

FYI, ini bukan pertama kali dia nganggur, di tahun lalu selama kurang lebih 3-4 bulan dia nganggur, dan nggak ada pemasukan sama sekali. 

Yang bikin kesal, udah tahu nganggur, dia seenaknya janjiin ini itu ke orang lain, terus diingkari karena memang nggak punya uang.

Beruntung dia akhirnya minta maaf ke saya setelah 2 bulan nganggur, meskipun ya akhirnya diingkari lagi.

Pada akhirnya saya maafkan lagi, trus akhirnya dia dapat pekerjaan di proyek kakak iparnya. Dan sebelum berangkat saya udah wanti-wanti setengah mati, agar dia memanfaatkan peluang itu dengan seserius mungkin.

Maksudnya, ya udah, kerjalah dengan mati-matian, nggak usah kebanyakan bacot!

Nggak usah bikin atasan kesal sama dia, karena percayalah itu adalah salah satu kekurangan dia, di samping kekurangan dia tentang masalah administrasi dan teknologi.

Yang terjadi adalah, hanya sebulan dua bulan kali dia jadi karyawan yang tahu diri, setelah kenal semua orang, mulai lagi dia berantem dengan klien, dengan pekerja lainnya, bahkan melawan atasan.

Alhasil udah bisa ditebak kan?

Iya, disingkirkan lah!

Padahal anak-anaknya bergantung sepenuhnya pada gajinya, untuk sekolah, untuk biaya tempat tinggal, air dan listrik dan lainnya.

Kalau cuman makan, mungkin saya bisa cari sendiri, tapi sehebat-hebatnya saya, manalah bisa saya menghasilkan jauh lebih banyak, kalau waktu bekerja juga sangat terbatas, karena harus mengurus 2 anak sendirian tanpa bantuan.

Dan begitulah, di akhir bulan Juli lalu, masa kerjanya di proyek berakhir, saya nggak dikasih tahu sama sekali, tapi udah bisa mengira dengan membaca chat nya sama si Kakak Darrell.

Katanya, dia sudah pulang.

Dan anaknya cuman 'read' doang.

Sampai di sini, bukannya memperbaiki komunikasi, eh malah menghabiskan waktu dengan tidur di kontrakan lainnya. FYI, ini juga salah satu yang bikin saya sakit hati nggak karuan.

Sudahlah anak-anak butuh biaya besar di Surabaya, tapi dia masih juga mempertahankan kontrakan lain yang tidak kalah mahal, ditambah dia harus bayar air dan listrik di kontrakan itu. Dan parahnya, tuh kontrakan nggak ditinggali sama sekali.

Sungguh ketololan yang hakiki sih, maaf aja, saya kesal banget.

Btw, sudah berkali-kali saya minta agar dia mencari kontrakan rumah petak, jika dia alasan sayang barang di kontrakan itu, ya udah cari aja yang petak gitu, yang jauh lebih murah, dan nggak perlu menguras banyak duit, apalagi di saat seperti ini dia nggak ada pemasukan.

Tapi, setiap kali dia di Surabaya, yang dilakukan cuman tidur dan bersantai, bikin konten jedak jeduk isi foto, lalu bilang mau jadi konten kreator.

Mo'on maaf saya jadi sering ngakak aja dengar cita-citanya, terlalu banyak bacot, tapi nggak punya kemampuan dan niat yang kuat.

Alhasil, begitulah, sejak akhir bulan lalu saya sakit kepala, karena kontrakan di Surabaya nggak bisa terbayar, rasanya pengen menyerah meninggalkan anak-anak sendirian di jalanan.

Apalagi kalau teringat dengan enaknya dia cuek dan cuman bilang nggak kerja lagi. Ya Allah, mending dia jual ginjal aja kali biar lebih bermanfaat *mo'on maaf saya emosi sampai ke ubun-ubun.

Setelah lelah emosi, kesal dan segalanya, ingin menyerah rasanya, karena merasa ketidak adilan semakin memuncak.

Mengapa tanggung jawab 2 anak dilempar ke saya aja sih?.

Akhirnya saya bisa mendengarkan nasihat beberapa teman di medsos, dan mulailah pelan-pelan saya mengalihkan energi negatif ke hal yang positif, biar negatifnya hilang.

Salah satunya, dengan tetap berusaha mencari uang dari rumah sebisa saya, dan melibatkan Allah secara lebih intens.

Saya rutin bangun shalat tahajud, meskipun tantangannya luar biasa, mulai dari kondisi saya yang jadi sulit sembuh dari flu, karena kurang tidur. Hingga rasa ngantuk yang tidak tertahan.  Nggak jarang, saya bahkan lupa mau doa apa, soalnya saya kadang dzikir sambil tidur, hahaha.

Kadang rasa kantuk ini juga mempengaruhi semua hari saya, karena saya menolak tidur lagi setelah mengantar anak-anak ke sekolah. Alasannya, selain menjaga shalat tahajud, saya menjaga shalat Dhuha dan baca surat Al Waqiah juga setiap hari.

Kadang pengen nyerah juga, karena ternyata tidak semudah itu untuk konsisten melakukan hal ini. Untungnya, ketika curhat ke teman blogger di Kendari, disemangatin, bahwa itu adalah ujiannya.

Pokoknya ngantuk, nggak nyaman, jadi nggak fit, jadi sering emosi karena ngantuk, jadi ujian beratnya, tapi saya nggak mau menyerah, tetap pada tujuan.

Dan hasilnya gimana?

Masya Allah tabarakallah...

Sejak akhir bulan lalu juga, saya terkagum-kagum, malu ke Allah, nggak bisa berkata-kata, karena apapun masalah saya, selalu dibantu peringan oleh-Nya.

Dengan cara yang kadang tidak pernah saya sangka-sangka.

Jadinya, meski sejak awal bulan papinya anak-anak nggak bisa memenuhi semua kebutuhan anak, Alhamdulillah hingga hari ini, masih dikasih jalan yang lapang untuk menjalaninya.

Masih bisa membayar beberapa yang harus dibayar juga, masya Allah.

Memang ya, kala kehidupan kita di bawah banget, dan kita mengandalkan Allah, maka ketika itulah kita bisa merasakan kehadiran Allah yang selalu mencukupi apapun yang dibutuhkan hamba-Nya, apapun, selama kita mau berusaha.

Alhamdulillah


Surabaya, PKB7 11-09-2024 

Posted in  on September 11, 2024 by Blogger Surabaya - Rey |