Dear diary-nya Rey.
Seharusnya saya udah tidur ya sekarang, secara waktu sudah menunjukan pukul 22.56, tapi saya malah sibuk buka laptop.
Etapi ini semua karena saya baru bangun tidur sejak selepas magrib tadi.
Eh btw, setelah saya nulis kalimat baris pertama, saya malah sibuk ngerjain yang lain dong, trus buka lagi tulisan ini pas udah pukul 01.04 di hari berikutnya, hahaha.
Seharusnya saya tidur aja ya, biar kata belum ngantuk lagi, tapi jujur saya masih pengen menuangkan isi kepala ini ke sini.
Jadi, ceritanya tuh magrib kemarin, bapakeh anak-anak datang. Sebenarnya di hari Selasa sore lalu juga udah datang, dan sempat nginap di sini.
Tapi emang nggak ada komunikasi dengan saya.
Saya pun malas banget membuka komunikasi, bahkan sebenarnya bertemu aja malas, termasuk melihat tampangnya aja malas.
Jadi, meski Selasa kemarin dia datang dan nginap, tapi sejujurnya saya nggak liat dengan jelas tampangnya kayak gimana.
Ini bukan sebatas ego dan gengsi sebenarnya, setidaknya buat saya ya. Tapi, saya ingin sekali melindungi hati, biar enggak kembali sakit hati.
Tapi nggak tahu ya, kayaknya emang rasa sakt hati ini sudah meresap dan menyatu dalam darah dan tubuh, sehingga secara tak sadar segala hal tentang bapakeh anak-anak bikin saya kesulitan untuk bisa menerima dengan baik.
Maksudnya gini, waktu Selasa kemarin dia kan nginap, waktu itu meski ada bau yang kurang saya sukai dari badannya, tapi masih bisa saya adaptasi.
Nantilah, ketika saya terbangun di waktu subuh, pas buka pintu kamar mau bangunin anak-anak, ya ampuuunnn seketika saya migren mencium aroma badannya.
Sebenarnya bukan aroma bau badan yang menjijikan sih, meskipun tetap nggak enak ya aromanya di hidung saya. Tapi itu aroma parfumnya, yang nyegrak.
Saya nggak tahan dong, sampai-sampai kepala saya sakit migren di subuh hari.
Untungnya saat itu dia langsung bangun, cuci muka dan sekalian angkat tasnya, lalu setelahnya nggak balik lagi ke sini.
Jujur saya sedih juga ketika si Adik terlihat sedih dan kecewa.
Berbeda dengan si Kakak yang lebih cuek, si Adik ini memang sejak lahir jarang banget ketemu papinya. Jadi kadang dia iri ketika liat temannya diantar jemput ayahnya.
Dan ketika papinya datang, dan mau mengantar dia ke sekolah, bukan main senangnya dia.
Sayangnya, ketika dia pulang, papinya nggak terlihat menjemputnya.
Tapi seperti biasanya, life must go on.
Pelan-pelan, anak-anak mulai melupakan papinya lagi, saya pun yang sempat merasakan gejolak hati, karena jujur sejak bolak balik sakit hati, seringnya kepulangan dia bikin saya semacam trauma, malas banget ketemu.
Kadang berpikir, ya udah jarang-jarang aja ketemu, setahun sekali juga nggak masalah, yang penting uang untuk anak-anak lancar.
Tapi, ada yang mengganggu pikiran saya, karena sempat membaca chat dia di WA si Kakak, kayaknya masa kerjaan dia udah habis lagi, jadi dia mulai nganggur lagi.
Nah ini yang bikin saya overthinking berhari-hari. Masalahnya udah sejak 3 bulanan terakhir, dia nggak rutin kirimin biaya anaknya secara penuh seperti biasanya.
Karuan banget hidup saya, karena bertepatan sama si Adik perpisahan TK dengan banyak acara banget. Lalu si Adik butuh masuk SD yang juga butuh dana, serta si Kakak butuh daftar ulang, yang tentunya butuh dana juga.
Di sisi lain, biaya hidup zaman now itu mahal, biaya air listrik dan iuran lingkungan aja nyaris sejuta, hiks. Dan hal itu nggak pernah dipedulikan oleh papinya.
Entah dibawa ke mana gajinya, karena dia memang nggak pernah melibatkan saya dalam hal keuangan.
Selain itu, saya sebenarnya sedang ingin menjaga hati. Sudah lelah banget berulang kali kena mental down gegara sikap pengecutnya.
Sampai-sampai saya udah sering ngomong ke diri sendiri, emang sifatnya kek gitu, kalau kamu nggak sanggup, mending jaga hatimu.
Sejak 6 tahunan kali ya, sebelum pandemi, sifat dia yang suka kabur, silent treatment, yang awalnya beralasan ingin menenangkan diri, sekarang berubah jadi sikap buruk yang melekat di dia.
Sering banget bahkan beerrrrulang kali, dia pulang ketemu saya ya minta maaf, terus dia berangkat, komunikasi kami akan terjaga sekitar seminggu 2 minggu.
Setelah itu, mulai lagi dia lost contact, di WA nggak dijawab, kadang jawabnya 2-3 hari kemudian, padahal ya dia aktif setiap saat pegang HP.
Saya sebenarnya ingin berdamai dan berkompromi dengan sikap buruknya itu, tapi lama-lama kok sulit banget diterima akal sehat ya, karena dia sering kabur nggak ada komunikasi itu ketika benar-benar sedang dibutuhkan.
Sudah nggak terhitung berapa kali saya sakit hati sampai di ubun-ubun, ketika ada masalah besar, tapi harus saya hadapi sendiri, lantaran dia nggak mau diajak berkomunikasi.
Nggak diblokir sih nomor saya, cuman nggak dijawab sama sekali.
Biasanya dia nunggu 4-5 hari bahkan semingguan setelah mood nya membaik, baru dijawab. Itupun, kalau saya mau menghubunginya lebih dulu.
Karena itulah, rasanya wajar banget saya jadi trauma bahkan hendak ketemu dia, baru dengar kabarnya mau pulang aja, badan gemetar, nggak nyaman sama sekali.
Apalagi kalau dia udah muncul, duh!
Dan mungkin memang mental saya udah benar-benar menyerah, jadinya universe-pun mendukung untuk menjauhi dia.
Jadinya ya kayak tadi, dia datang sebentar pun, saya langsung tepar di kamar, migren kambuh karena nggak kuat sama baunya.
Bahkan setelah dia mandi, baunya tetap nggak bisa diterima oleh indra penciuman saya.
Bukan karena dia bau ketek atau bau badan ya, tapi menurut saya kayaknya saya memang udah trauma banget ketemu dia, sehingga bahkan saya tidak bisa sama sekali tahan dengan aroma tubuhnya, even itu aroma parfum yang kuat.
Mungkin, sedalam itu luka di hati yang dia torehkan. Meskipun saya yakin, sebenarnya kalau disapa, dia akan dengan mudah melupakan masalah kami.
Tapi, saya rasa cukup sudah.
Bersyukur juga kami hidup terpisah, selama uang untuk anak-anaknya lancar, khususnya karena saya memang belum mampu membiayai anak-anak sendiri, it's OK.
Meskipun kadang merasa sedih dan kesepian, i mean, saya udah meninggalkan keluarga, menaruh harapan besar padanya, tapi sifatnya semakin tua semakin jauh dari idaman.
Ya sudahlah!
Begitulah, bagaimana sedalam itu luka yang tertoreh di hati.
Surabaya, PKB7, 13-08-2024