Rabu, 12 Juni 2024

Curhat Nggak Jelas Karena Stres

 

curhat nggak jelas

Dear Diary-nya Rey

Saya bingung mau nulis apa hari ini, karena lagi galau. Bahkan nulis ini di pukul 23.11, wah 11.11 ya, hehehe.

Lagi stres, galau, kesal, sakit hati.

Tapi bingung mau ceritain secara jelasnya, yang pasti kesal dan sakit hati banget setelah berkali-kali di-ghosting di saat yang sangat dibutuhkan.

Duh kadang berpikir, kapan sih saya bisa lebih mandiri?. Bisa sih seharusnya, masalahnya saya belum bisa punya waktu yang pas untuk fokus cari duit sendiri. 

Waktu saya selalu dipotong dengan mengurus rumah dan anak-anak. Belum lagi kalau kerja di rumah, anak-anak gangguin mulu. Saya kudu menunggu waktu tengah malam untuk bisa menyelesaikan pekerjaan secara fokus.

Jujur kekurangan saya tuh nggak suka kalau kerjanya nggak fokus, dan anak-anak membuat saya berada di momen selalu nggak bisa fokus.

Sementara saya butuh banget pemasukan, karena berharap di mahluk yang nggak bertanggung jawab bikin cepat mati, dan bikin mental anak-anak makin hancur.

Saya selalu terperangkap di situasi, pas lagi fokus cari uang, eh udah waktunya masak, nyuci, nyetrika, anterin anak-anak sekolah, jemput mereka, siapin semua perlengkapan mereka, dan lain segalanya. 

Apalagi usia saya udah nggak muda lagi.

Jadinya habis beraktifitas urusin ini itu, badan tiba-tiba saja udah lelah, dipaksa kerjapun udah nggak fokus, ujungny harus tidur dulu. Alhasil kalau siang kerjanya nggak pernah bisa fokus.

Entah itu diganggu anak-anak, diganggu ngantuk dan lain sebagainya.

Malam begini saya baru bisa fokus buka laptop dan mulai mengetik, kadang mulai searching ini itu, cari peluang yang lebih bisa menghasilkan uang.

Tapi lagi-lagi memang sulit, karena saya memikirkan harus segera tidur untuk bangun subuh menyiapkan sarapan buat anak-anak sekolah.

Saya ingin sekali marah ke Tuhan, apa untungnya sih Tuhan menghukum saya seperti ini, semacam nggak ada benarnya saya bertindak?

Saya butuh duit untuk anak-anak, tapi seolah dituntut untuk tidak bisa fokus, karena harus mengurus banyak hal.

Ya anak-anak, ya rumah, ya masak, ya ke pasar, ya ngingatin anak makan, shalat, ngaji, belajar aja udah cukup bikin saya kesal banget.

Ditambah lagi dengan harus fokus cari uang karena amat sangat butuh, tapi kok kayak nggak dibolehkan bisa mengerjakan semuanya dengan lancar.

Tapi, rezeki anak dari bapakeh juga nggak lancar.

Trus gimana dong?

Orang-orang mungkin akan mengatakan, ya udah pulang aja ke rumah ortumu. Ortu yang mana tuh? sejak bapak saya meninggal, saya udah nggak punya tempat pulang. Mama saya nggak pernah lagi peduli sama saya, dan udah menganggap saya mati karena kecewa dengan saya.

Kakak saya apalagi. 

Selain itu, saya nggak mungkin bisa pulang, karena saya yakin hanya akan bikin kakak saya menemui masalah. Suatu saat akan coba saya tulis masalah ini secara detail, sebagai alasan tertulis yang mungkin akan dibaca oleh kakak saya, apa alasan saya memilih menjauh dan menerima semua cambuk derita di sini sendirian.

Kadang saya cuman bisa nangis dan curhat ke anak-anak, saya bilang kalau saya tuh sayang ke anak-anak, tapi jujur kadang pengen mereka cepat mati saja . Karena saya takut kalau saya duluan yang mati, gimana nasib mereka??.

Saya juga takut, kalau masa depan mereka nggak menentu karena hanya berharap pada bapak yang sukanya kabur ketika dibutuhkan.

Ah saya memang suka banget over thinking, tapi ini memang isi hati saya di saat kayak gini, di saat lagi kacau dan sakit hati.

Udah mencoba merayu Tuhan, biar rezeki anak-anak titipin ke saya aja, kasih kesempatan saya untuk bisa sukses menghasilkan uang tanpa harus meninggalkan anak-anak secara jauh.

Tapi emang jalur langit ini hal yang paling berat dari semua jalur ya. Udah coba fokus merayu-Nya, masya Allaaaahhh selalu kalah hanya dalam waktu seminggu saja.

Ah tauk deh, sayapun bingung mau nulis gimana, sebenarnya saya malas ngapa-ngapain. Karena banyak hal yang sedang menghimpit saya terutama dalam masalah keuangan.

Butuh uang untuk sekolah anak, butuh uang untuk bayar sewa kontrakan, butuh uang untuk bayar air listrik dll, dan butuh uang untuk makan khususnya anak-anak.

Saya tau ini pasti akan berlalu, hidup memang selalu begini, ada masa down, tapi nanti juga up. Ada masa sakit hati dengan sikap pengecut bapaknya anak-anak. Habis itu terpaksa memaafkan dan kayak nggak terjadi apa-apa, lalu sebulan kemudian komunikasi kayak lancar, meski jujur dalam hati saya udah eneg. Abis itu pas dibutuhkan kayak sekarang dia menghilang, trus nanti baru komunikasi lagi, kayak nggak terjadi apa-apa.

Nggak capek Rey?

CAPEEEEKKKKKK!!!!

Saking capeknya saya sampai berdoa biar cepat mati, sama anak-anak deh.

Mau maksa mati, tapi nggak tahu caranya gimana, capek coba mati, kalau belum waktunya ya nggak bakal mati.

Allah, tolong dong, kasih kesempatan saya bahagia bertiga sama anak-anak, tidak bergantung lagi dengan manusia pengecut itu.

Sudah terlalu banyak sebenarnya rekaman kepengecutannya.

Bahkan terakhir yang paling parah, saya dilecehkan oleh bapaknya, saya ketakutan tinggal di rumah bapaknya, dan dia diam saja.

Takut nanti dilecehkan sampai parah, saya memilih pergi, tanpa pegangan uang sama sekali, bingung mau tinggal di mana, karena anak-anak sudah terlanjur daftar sekolah di Surabaya.

Saya bingung keliling Surabaya cari kontrakan sendiri, nggak ada uang pegangan. Beruntung Allah bantu melalui teman di Hong Kong yang minjemin uang buat bayar kontrakan bulanan agar saya dan anak-anak bisa berteduh di dekat sekolah anak-anak.

Dia di mana?

Nggak ada kabar, diam aja, nggak ngirim uang juga.

Capek banget ya Allah, tapi memang nggak ada jalan lain selain dihadapi. Saya masih yakin nasib ini akan berubah, tapi memang kapan waktunya saya nggak tahu.

Saya masih semangat kok, meski kadang pengen nyerah.

Lah masalahnya kan mau nyerah juga nggak tahu, nyerahnya gimana kan?

Nggak mungkin juga saya nyerah dan membiarkan anak-anak jadi gembel tak terurus. Tapi mau berusahapun bingung gimana?.

Anak-anak sebagai penyemangat, kadang eh bahkan seringnya sebagai penghalang juga. Kadang juga kesedihan hati menggerogoti diri, di mana melihat mereka yang sedih karena maminya sibuk mulu meski dekat mereka.

Tapi emang nggak ada yang bisa saya lakukan, andai dulu saya nggak berhenti berkarir, mungkin uang bukanlah masalah, dan saya punya pilihan lebih banyak. Tapi mungkin juga anak-anak tidak bisa tumbuh sebaik sekarang.

Ah sudahlah, bingung saya.     

Satu-satunya yang bisa saya lakukan hanya menangis dalam doa, bersujud memohon sama Allah, agar menghadiahkan kesuksesan untuk saya, sebagai hadiah dari sakit hati diperlakukan nggak adil oleh lelaki yang kayak nggak pernah diajarin oleh ortunya tentang bagaimana tanggung jawab sebagai lelaki itu.


Surabaya, PKB7, 12 Juni 2024

Posted in  on Juni 12, 2024 by Blogger Surabaya - Rey |