Jumat, 21 Juni 2024

Another Bad Day - Lelah Mengemis Kebutuhan Anak

 

lelah mengemis kebutuhan anak

Dear diary-nya Rey.

Sejujurnya beberapa hari ke belakang ini, saya sedang nggak enak mental (istilah apa itu, Rey?). Maksudnya, saya sedang merasa nggak baik-baik saja (perasaan, always deh, huh!).

Sebenarnya nggak perlu dijabarkan secara mendalam sih, sekarang tuh si Rey nggak enak mentalnya cuman karena do it aka duit, wakakakak.

Iya ih, you know lah ya, bagaimana pengeluaran di bulan Mei Juni Juli itu?.

Berderet-deret dan luar biasa banyaknya. Tapi again, sebenarnya saya udah bisa paham rahasia hidup tentang duit ini, salah satunya adalah berusaha dan tenang serta tawakal.

Sayangnya, ketika penerapannya, bertemu dengan beragam masalah lain, salah satunya harus berhadapan dengan manusia yang pola pikirnya bukan saya banget.

Siapa lagi kalau bukan bapakeh anak-anak.

Meski bolak balik kecewa, sakit hati sampai ubun-ubun, udah mati rasa kayaknya hati ini. Tapi masih ada sisi hati yang saya berikan untuk berdamai, sehingga setidaknya kami bisa menjadi orang tua yang baik untuk anak-anak.

Setidaknya anak-anak bisa hidup berkecukupan dan sekolah sampai setinggi-tingginya. Itulah tujuan hidup saya saat ini.

Dan untuk mewujudkannya, jujur saya belum sanggup untuk membiayai semuanya, selain karena waktu saya yang kurang buat cari duit. Pun juga saya tuh nggak punya siapapun, atau apapun yang bisa diandalkan.

Jadi ceritanya, saya berdamai dengan bapakeh, dan senang karena dia berangkat kerja ke Medan dan berhasil menjaga komunikasi sampai lumayan lama. Senang rasanya hati, karena setidaknya ada teman untuk membicarakan tentang bagaimana ini anak-anak.

Berapa kebutuhannya, mereka sekolah di mana? gimana bayarnya? tempat tinggal kami di Surabaya gimana?.

Btw, sampai saat ini kami tinggal di sebuah kontrakan yang terbilang mahal buat saya. Tapi memang saya belum menemukan kontrakan lain yang lebih terjangkau, karena kebanyakan kontrakan tuh kosongan, dan saya nggak sanggup sendirian angkut-angkut barang.

Selain nggak sanggup bayarnya juga ding, di sini mahal tapi bisa dibayar bulanan.

Nah, semua keluhan tersebut, saya sampaikan ke bapakeh, dan dia berjanji akan mencari solusi. Masalah anak-anak pun udah dibicarakan, di mana nantinya si Adik sekolah.

Ada kegiatan perpisahan anak-anak, dan saya ngeluh karena banyak banget pengeluaran, eh dihibur dengan meminta untuk ikut saja. Masalah duit nanti dia usahakan.

Meskipun sejujurnya ada sebuah rasa kurang yakin, karena track record negatifnya yang super parah banget.   

Dan semua itu terjadi, di tanggal 25 an bulan Mei, dia mengirimkan uang bulanan hanya separuh dari yang biasa dia kirimkan. 

Shock dong saya.

Masalahnya kan bulan ini luar biasa banyak pengeluaran, ada pendaftaran SD si Adik, dan dengan pedenya dia suruh daftar aja dulu.

jadi, duit yang seharusnya buat biaya hidup bulan ini, saya pakailah buat keperluan sekolah si Adik yang lumayan banyak dan rempong.

Dan betapa terkejutnya saya, sampai masuk bulan Juni, hingga mendekati tanggal 10an, nggak ada lagi tambahan duit yang masuk.

Paniklah saya, karena jujur saya juga belum ada pemasukan berarti bulan ini. Dan dari janjinya yang ditunda-tunda mulu, sampai akhirnya lost communication lagi.

Seperti biasa lagi!.

Emang udah nggak bisa diharapkan kok. Dan hati saya tuh ibarat, luka kemudian saya basuh dan keringkan. Abis itu dilukai lagi, nanti perlahan saya obati lagi, lalu kemudian dia datang lagi, and repeat


Oh i know, apa yang ada di benak kalian, KENAPA NGGAK CERAI SAJA SIH!?

I Doooo!!!!

Itu impian saya banget, tapi kayaknya tidak dikabulkan Allah.

Bagaimana caranya saya cerai? yang saya butuhkan itu uang untuk anak-anak sebenarnya. Mau cerai atau enggak, nggak bakal pengaruh ke uang anak-anak.

Yang ada, dengan nggak ada lagi hubungan yang mendasar, makin sulitlah dia dimintai uang buat anak-anak.

Saya nggak punya siapa-siapa, nggak punya rumah, nggak punya kerjaan, nggak punya tabungan karena selalu habis buat kebutuhan anak-anak yang nggak di-cover bapakeh.

Terus, gimana anak-anak bisa sekolah, kalau nantinya semakin sulit dimintai duitnya?.

Yang bisa saya lakukan adalah, sesekali berteriak ke anak-anak, dan menulis begini, sampai akhirnya mendapatkan ketenangan, lalu mengubah sakit hati ini ke dalam doa.

Mati-matian saya berdoa, semoga Allah kasih saya pendapatan minimal sebanyak kebutuhan bulanan saya dan anak-anak dulu lah.

Bisa bayar kontrakan, bisa bayar sekolah, air listrik dan kebutuhan lainnya.

Dan tentunya untuk itu harus dilakukan di rumah, atau freelance karena nggak ada siapapun yang bisa dimintai tolong untuk hal ini itu.


Banyak yang bilang, saya pulang aja ke rumah ortu. Saya masih punya mama btw. Tapi sejujurnya saya nggak sanggup membebani mama yang sudah tua dan sakit-sakitan dan hidup dari uang pensiunnya.

Terlebih lagi, kalau saya pulang ke rumah ortu, ada kemungkinan hubungan kakak saya dengan suaminya malah bermasalah. Ada sebuah hal yang nggak bisa saya ceritakan di sini, yang bikin saya mengalah dan menjauh, demi keutuhan rumah tangga mereka.

Intinya, saya nggak punya opsi buat kembali (membebani) orang tua yang udah tua. Tidak ada jalan pulang, hanya ada jalan satu-satunya dihadapi dan berusaha keras bisa menghasilkan uang.


Jujur, saya lelah banget mengemis kebutuhan anak ke bapakeh. Padahal itu tanggung jawabnya. Dan jujur sangat sakit hati dan tidak punya harapan lagi kepada dia.

Saya kenal dia, ditambah dengan sifat pengecut yang suka kabur saat kami butuh itu, saya sangat yakin akan sulit berharap dia sukses.

Sejujurnya, dari dulu saya tahu kemampuannya, tapi dulu dia selalu memperlihatkan kesediaan untuk kami bekerja sama cari uang.

Sayangnya, dia maunya fokus cari uang, saya juga fokus, tapi tetap mengurus anak. Sungguh nggak adil kan, saya harus mengerjakan semua sendiri, sementara dia cari uang sesukanya nggak urus anak pula.


Ah intinya, tulisan ini saya tulis di sini, sebagai rekaman perasaan ini. Siapa tahu kan besok-besok saya menyerah, jadi publik nggak perlu bertanya-tanya dan menyimpulkan sendiri tentang alasan saya menyerah.

Seperti kisah si polwan yang membakar suaminya yang memang bikin sakit hati. Saya nih sakit hati yang konsisten ini udah berlangsung sekitar 5 tahunan.

Tepatnya sejak si Adik lahir dan masuk usia setahun, dia mulai menunjukan watak asli persis keluarganya.

Berkali-kali kabur, tidak peduli bagaimana anak-anaknya. Lagi sakit kek, bahkan saya sakit nggak bisa gerak, ditinggal pergi.

Katanya sih kerja, MANA UANGNYA?

Sudah 5 tahunan ini, semua hal saya hadapi sendiri.

Bahkan, ketika saya kabur dari rumah ortunya, karena nggak tahan lagi ketakutan dan risih dengan dugaan pelecehan yang dilakukan orang yang menjijikan di situ.

Saya sendirian berjuang, seolah saya nggak punya suami. Sayapun sedang terheran-heran, mengingat apakah dia itu lelaki atau gimana, di mana ketika istrinya setidaknya masih tercatat sebagai istrinya. Dilecehkan oleh orang yang seharusnya menjaga istrinya. Dan dia diam saja?.

Saya toh mencoba memaafkan, meski sulit melupakan, you know traumanya itu loh, sampai sekarang saya jijik banget liat lansia di manapun.

Dan dengan semua rasa trauma itu, baik dia dan keluarganya, seolah nggak merasa itu sebuah hal penting. Pernah suatu ketika dia libur, dan ketika di sini dia pamit ke rumah ortunya.

Di sana, dia sempat-sempatnya video call, dan memperlihatkan lansia itu tanpa merasa berdosa. Sementara saya nyaris mau muntah liatnya.


Well, ini bukan bermaksud membahas hal secara melebar ke mana-mana. Cuman mau menjelaskan bagaimana sakit hati ini. Berulang dan terus berulang.

Jujur, berkali-kali saya meminta, agar dia menalak saya, nggak apa-apa belum urus surat cerai, asalkan kami benar-benar udah jadi teman secara sadar. Jadi beneran cuman partner dalam membesarkan anak.

Tapi dia menolak, malah nyuruh saya urus surat cerai sendiri. Padahal, bukan surat cerai yang saya butuhkan, tapi hubungan yang tidak perlu lagi terlalu dekat, hanya sebagai partner aja. Jadi, sakit hati ini nggak terlalu melambung ketika harus memaafkan dan kembali terluka dengan sikap pengecutnya yang suka kabur itu.

Ah sudahlah.

Allah, tolong biarkan saya mandiri financial ya Allah, aamiin.

 

Surabaya, PKB7, 21 Juni 2024

Posted in  on Juni 21, 2024 by Blogger Surabaya - Rey |