Dear diary-nya Rey.
Malam ini, entah mengapa hati saya terasa nyeri karena sedih.
Rasanya kayak sekitar 6 tahunan lalu, di saat papinya anak-anak mengutarakan ingin kerja di luar kota.
Dulu emang ada obrolan tentang LDM, meski saya agak lupa-lupa ingat. Dan sepertinya di akhir pembicaraan, saya mengiyakan saja.
Lalu di malam itu saya mendengarkan lagu barat yang lama.
Entah mengapa hati terasa nyeri, air mata mengalir membanjiri pipi. Rasanya sedih, membayangkan saya akan sendiri ketika kami akan LDM.
Biar gimanapun, si papinya anak-anak sering lembur dulunya, tapi kami selalu bertemu setiap hari.
Rasanya membayangkan di kemudian hari LDM Dan saya harus sendiri menghadapi malam yang sepi, rasanya hati sedih dan nyeri.
Nah, perasaan itu, persis seperti yang saya rasakan saat ini.
Saya mencoba mengais kejujuran hati, apakah yang sebenarnya saya rasakan saat ini, mengapa saya merasa sesedih ini?.
Kemaren-kemaren, ketika menyadari papinya anak-anak sudah memutuskan membuang anak-anaknya begitu saja tanpa nafkah dan modal. Yang saya rasakan hanyalah kemarahan.
Saya marah, nggak habis pikir, kok bisa ada manusia yang nggak tahu malu seperti itu?.
Saya membayangkan, apa yang diajarkan Ibunya, sehingga dia mengikuti jejak kakaknya yang sangat pengecut.
Namun, kakaknya masih bisa dikatakan mendingan. Dia Tau istrinya punya keluarga di pulau Jawa juga, meski beda propinsi. Karenanya, ketika dia memutuskan untuk pergi, dia sadar kalau anak-anaknya akan aman setelah dibawa kembali ke kampung halaman istrinya.
Apalagi, bapaknya bertanggung jawab atas perlakuan anaknya, sehingga memberikan modal yang untuk biaya meneruskan hidup.
Nah, papinya anak-anak sadar, saya nggak punya keluarga di Surabaya. Saya juga nggak dekat dengan keluarganya.
Tapi bisa-bisanya dia dengan mudah melupakan anak-anaknya. Padahal saya juga tak punya penghasilan seperti dia yang bebas bekerja di luar sana.
Entahlah, mungkin ini proses dari hati yang terluka. Jika kemarin hati saya Masih dipenuhi kemarahan, sepertinya hari ini saya mulai menapaki level selanjutnya.
Bersedih atas sikapnya.
Apapun itu, sungguh rasa begini nggak enak banget. Sedih, nyeri, semacam nggak ada harapan hidup.
Tapi untunglah ada anak-anak yang menguatkan.
Surabaya, Mj, 8-11-2024